Waktu Begitu Singkat
Sore itu gerimis
basahi semua halaman rumahku,aku yang tinggal sendiri di rumah karena aku sudah
tidak mempunyai orang tua.Aku berdiam diri di kamar sambil menikmati teh hangat
dengan iringan lagu yang tenang di tambah lagi dengan hangat selimut yang
menyelimuti tubuhku. Aku membuka jendela kamarku, ternyata diluar sana terdapat seorang kakek
tua yang menggigil kedinginan, dengan tangan yang mendekap lutut dan baju basah
kuyup kakek itu berdiam diri di sebrang jalan. Sungguh tersentuh hati ini
melihathya, rasa kenikmatan hangat tubuhku tadi menjadi pudar melihat kakek itu
kedinginan. hatiku tergugah aku membawa kakek itu kerumah. Setelah aku bawa
kerumah aku berikan kakek baju ganti juga segelas teh hangat. Lalu aku bertanya
kepada kakek itu “ ke, kakek kenapa bisa hujan-hujanan seperti itu?”,
“ kakek putus asa
nak”
”memang apa yang
terjadi dengan kakek ?”
” begini nak, sudah
lama kakek dirawat di rumah sakit, saat
kake dirawat anak-anak dan cucu kakek menjenguk kakek, alangkah senangnya kake
saat itu apalagi kabar mengembirakanya lagi besok sore kakek sudah diperbolehkan pulang . Karena
kakek sudah boleh pulang kakek beniat memberi kejutan kepada mereka untuk
pulang lebih cepat tanpa di jemput oleh mereka. Ketika kakek sampai di depan
pintu rumah kakek, terdengar suara ribut, karena kake penasaran kake menguping
pembicaraan mereka, sungguh mengiris hati kakek mendengar mereka membicarakan
tentang harta kakek, mereka memperebutkannya
apalagi saat ada yang berbicara ”
”Aku tidak mau mengurusi pemakamannya kakek
tua itu”
”begitu
banyak orang yang berbicara disana, sangat ribut ketika itu kakek pusing dengan
hati perih kakek pergi, tanpa kakek tau harus kemana lalu ketika hujan tadi
turun kakek berpikir untuk pergi ke kampung halaman kakek, kakek ingin tidur disana.
Tapi saat kakek mencoba berjalan apadaya sakit kakek kambuh dan kakek tak dapat
berjalan lagi, untungnya seorang pemuda datang menolong kakek dan memberi
perlindungan dirumah yang nyaman ini.”
” ternyata manusia telah buta oleh harta
ya ke ”
” benar, mungkin uang telah menjadi nafas
kehidupan”
”iya kek, uang sangat diperebutkan
manusia”
”iya,
nak sepertinya sepi di rumah ini?,”
”aku
tinggal sendiri ke di rumah ini sejak sepuluh tahun yang lalu, karena kedua orang
tua ku meninggal, entah aku punya saudara atau tidak karena belum pernah ada
yang ke rumah ini, sudah tinggalah dirumah ini kek ”
”tidak nak, kakek tidak bisa ”
”kenapa
tidak , apakah rumah ini jelek”
”bukan, bukan karena itu kakek ingin pulang ke
tanah kelahiran kakek .”
”
kapan kakek mau kesana, akan aku antarkan kakek kesana”
’’inginya
kakek sekarang karena, tapi apakah ini tidak terlalu berlebihan?”
”
tapi ke, aku tidak memiliki mobil yang ku punya hanya sebuah sepeda motor , karena
hujan bagaimana kalau saya antar naik bis umum saja, apa tidak apa-apa ke .”
” tidak apa-apa nak, trimakasih atas kemulaan
hatimu”
Akupun pergi mengantarkan kakek, di perjalanan
dalam bis begitu sesak dan ramai oleh para penumpang. Berbagai raut muka tersaji
disana dengan raut-raut yang dipenuhi keringat karena panasnya dan tidak
nyamannya kendaraan ini. Mungkin sebenarnya ini bukanlah kendaraan manusia
melainkan kendaraan binatang, karena disini begitu kotor dan bau ditambah lagi
tempat duduk yang sudah bolong-bolong dan karatan. Tapi anehnya kendaraan ini
tetap penuh oleh penumpang.
Tiba-tiba datanglah seorang kondektur
” ongkos de ”
”
berapa pa kalau dua orang ”
” enam ribu rupaiah de.”
Aku kaget mendengarnya, akupun memberikan
uangnya, ternyata rasa penasaran dan kebingungan ku terjawab. Karena ongkosnya
murah, kendaraan yang tersajinya pun seperti ini adanya. Sungguh kasihan para
penumpang ini, mungkin ia tiap kali menaiki kendaraan seperti ini. Memang uang
telah membeli segalanya tapi apakah tidak ada perhatian orang-orang berdasi
untuk memberikan perhatian terhadap pelayanan masyarakat kecil. Mungkin kalimat
yang diatas tetap diatas dan yang dibawah
tetap dibawah itu benar. Ternyata kakek tertidur pulas, meskipun kendaraan
ini tidak nyaman .Akhirnya teminal yang dituju sampai, di terminal aku dan kakek
berjalan menuju kampung kakek, karena tidak ada kendaraan umum yang menuju
sana, aku bertanya
”di kampung ini kakek punya saudara ”
”tidak
”
”terus
kakek akan tinggal dengan siapa disini”
”kakek punya sahabat, kakek yakin dia mau mengurusi kakek untuk sebentar
saja ”
” memang kakek akan pergi kemana lagi ?”
” ke suatu tempat yang jauh dan indah ”
” dimana itu ke ?”
”nanti juga kita akan bertemu disana,
biarlah itu jadi sebuah kejutan ” . Akhirnya sampailah di kampung yang dituju .
” inilah rumah sahabat kakek , assalammuallaikum...”
” wa’alaikumsalam”
” wahai sahabat masih ingatkah engkau
kepadaku?” ujar kakek.
”tentu saja Hasan, aku tidak akan lupa
kepada teman mainku dulu, haha ( saling berpelukan )”
” ternyata kau telihat lebih muda Lim”
Mereka
saling bercengkrama, sahabat lama yang dipertemukan. Lalu aku dan kakek
dipersilahkan masuk kerumahnya teman kakek yaitu Salim namanya. Dan ternyata
nama kakek sendiri adalah Hasan.
”Siapakah pemuda yang engkau bawa ini San
? cucumu ataukah anakmu ya, ha.”
” Bagaimana kau Lim, memang aku masih
sekuat itu untuk memiliki seorang anak, hahaha.”
”Bisa saja San hahaha”
”istriku tercinta sudah lama meninggal,
ini adalah cucu angkatku”
”oh iya iya, ini kenalin cucu paling
kecilku namanya Nayla, ayo salam kepada kakak dan kakek nak”
’’Oh iya ke, mungkin aku harus pulang
sekarang karena besok pagi aku harus masuk kuliah ”
” oh ia nak, kakek sangat sangat sangat
berterimakasih atas segala bantuan mu, kakek tidak punya apa-apalagi yang kakek
punya hanya tasbih ini, jualah tasbih ini bila kau memerlukan uang tasbih ini
masih mempunyai sedikit harga ambilah nak.”
” baiklah, trimakasih ”
” jaga dirimu baik- baik nak ”
Setelah berpamitan akupun pulang, aku terus
berjalan kaki menuju terminal. Lelah memang terasa, keringat terus mengucur di
setiap pipiku. Tapi melihat perjuangan kakek Hasan, ini belum seberapa.
Sesampainya di terminal akupun naik bis, setelah beberapa jam sampailah aku di
depan pintu rumahku. Karena
lelah setelah masuk rumah aku langsung tertidur pulas. Esok aku melakukan
aktivitas seperti biasa, setelah pulang kuliah taksengaja tasbih pemberian kakek
terjatuh dan butiran-butiran tasbih itu berpisahan karena tali pengikat
tasbih-tasbih itu putus. Aku takut ini sebuah pertanda buruk. Aku pergi
kesebuah toko untuk memperbaiki tasbih ini, setelah disana diperbaiki pemilik
toko bertanya
” hebat nak, kamu memiliki tasbih semahal
ini ”
”memang berapa harganya pak?”
” akan lebih dari puluhan juta, karna ini
adalah butiran-butiran mutiara ”.
Aku kaget mendengarnya, kakek Hasan
memberikan barang yang terlalu bernilai harganya. Setelah selesai diperbaiki aku langsung pergi ke
kampung kakek Hasan yang kemarin aku datangi. Setelah waktu demi waktu berlalu
sampailah aku di rumah kake Salim temanya kakek Hasan. Dihalaman rumahnya ada
cucu Kakek Salim , Nayla.
” De mana Kake Hasan temannya kakek mu ”
” ikuti aku ka ” jawab Nayla anak kecil
yang lucu itu.
Aku
dibawa ke suatu tempat, aku mengucurkan air mata di tempat itu. Ternyata itu
adalah makam, makam yang bertuliskan nama kakek yaitu Hasan. Ternyata kata kakek
ingin tidur ditanah kelahiran kakek adalah ini. Mataku terus mengeluarkan air,
tubuhku lemas dan jari-jariku bergetar menyentuh tanah yang masih harum dengan
wangi-wangian kembang. Saat aku menangis, aku sudah tidak kuat lagi. Disana aku
memejamkan mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar