Rabu, 03 April 2013

cerpen





Waktu Begitu Singkat


            Sore itu gerimis basahi semua halaman rumahku,aku yang tinggal sendiri di rumah karena aku sudah tidak mempunyai orang tua.Aku berdiam diri di kamar sambil menikmati teh hangat dengan iringan lagu yang tenang di tambah lagi dengan hangat selimut yang menyelimuti tubuhku. Aku membuka jendela kamarku, ternyata diluar sana terdapat seorang kakek tua yang menggigil kedinginan, dengan tangan yang mendekap lutut dan baju basah kuyup kakek itu berdiam diri di sebrang jalan. Sungguh tersentuh hati ini melihathya, rasa kenikmatan hangat tubuhku tadi menjadi pudar melihat kakek itu kedinginan. hatiku tergugah aku membawa kakek itu kerumah. Setelah aku bawa kerumah aku berikan kakek baju ganti juga segelas teh hangat. Lalu aku bertanya kepada kakek itu “ ke, kakek kenapa bisa hujan-hujanan seperti itu?”, 
            “ kakek putus asa nak”  
            ”memang apa yang terjadi dengan kakek ?”
            ” begini nak, sudah lama  kakek dirawat di rumah sakit, saat kake dirawat anak-anak dan cucu kakek menjenguk kakek, alangkah senangnya kake saat itu apalagi kabar mengembirakanya lagi besok sore  kakek sudah diperbolehkan pulang . Karena kakek sudah boleh pulang kakek beniat memberi kejutan kepada mereka untuk pulang lebih cepat tanpa di jemput oleh mereka. Ketika kakek sampai di depan pintu rumah kakek, terdengar suara ribut, karena kake penasaran kake menguping pembicaraan mereka, sungguh mengiris hati kakek mendengar mereka membicarakan tentang harta kakek, mereka memperebutkannya  apalagi saat ada yang berbicara ”
           
”Aku tidak mau mengurusi pemakamannya kakek tua itu”
            ”begitu banyak orang yang berbicara disana, sangat ribut ketika itu kakek pusing dengan hati perih kakek pergi, tanpa kakek tau harus kemana lalu ketika hujan tadi turun kakek berpikir untuk pergi ke kampung halaman kakek, kakek ingin tidur disana. Tapi saat kakek mencoba berjalan apadaya sakit kakek kambuh dan kakek tak dapat berjalan lagi, untungnya seorang pemuda datang menolong kakek dan memberi perlindungan dirumah yang nyaman ini.” 
” ternyata manusia telah buta oleh harta ya ke ”
” benar, mungkin uang telah menjadi nafas kehidupan”
”iya kek, uang sangat diperebutkan manusia”
            ”iya, nak sepertinya sepi di rumah ini?,”
            ”aku tinggal sendiri ke di rumah ini sejak sepuluh tahun yang lalu, karena kedua orang tua ku meninggal, entah aku punya saudara atau tidak karena belum pernah ada yang ke rumah ini, sudah tinggalah dirumah ini kek ”
            ”tidak nak, kakek tidak bisa ”
            ”kenapa tidak , apakah rumah ini jelek”
            ”bukan, bukan karena itu kakek ingin pulang ke tanah kelahiran kakek .”
            ” kapan kakek mau kesana, akan aku antarkan kakek kesana”
            ’’inginya kakek sekarang karena, tapi apakah ini tidak terlalu berlebihan?”
            ” tapi ke, aku tidak memiliki mobil yang ku punya hanya sebuah sepeda motor , karena hujan bagaimana kalau saya antar naik bis umum saja, apa tidak apa-apa ke .”
             ” tidak apa-apa nak, trimakasih atas kemulaan hatimu”
Akupun pergi mengantarkan kakek, di perjalanan dalam bis begitu sesak dan ramai oleh para penumpang. Berbagai raut muka tersaji disana dengan raut-raut yang dipenuhi keringat karena panasnya dan tidak nyamannya kendaraan ini. Mungkin sebenarnya ini bukanlah kendaraan manusia melainkan kendaraan binatang, karena disini begitu kotor dan bau ditambah lagi tempat duduk yang sudah bolong-bolong dan karatan. Tapi anehnya kendaraan ini tetap penuh oleh penumpang.
Tiba-tiba datanglah seorang kondektur
” ongkos de ”
            ” berapa pa kalau dua orang ”
” enam ribu rupaiah de.”
Aku kaget mendengarnya, akupun memberikan uangnya, ternyata rasa penasaran dan kebingungan ku terjawab. Karena ongkosnya murah, kendaraan yang tersajinya pun seperti ini adanya. Sungguh kasihan para penumpang ini, mungkin ia tiap kali menaiki kendaraan seperti ini. Memang uang telah membeli segalanya tapi apakah tidak ada perhatian orang-orang berdasi untuk memberikan perhatian terhadap pelayanan masyarakat kecil. Mungkin kalimat yang diatas tetap diatas dan yang dibawah tetap dibawah itu benar. Ternyata kakek tertidur pulas, meskipun kendaraan ini tidak nyaman .Akhirnya teminal yang dituju sampai, di terminal aku dan kakek berjalan menuju kampung kakek, karena tidak ada kendaraan umum yang menuju sana, aku bertanya
            ”di kampung ini kakek punya saudara ”
            ”tidak ”
            ”terus kakek akan tinggal dengan siapa disini”
             ”kakek punya sahabat, kakek yakin dia mau mengurusi kakek untuk sebentar saja ”
            ” memang kakek akan pergi kemana lagi ?”
” ke suatu tempat yang jauh dan indah ”
” dimana itu ke ?”
”nanti juga kita akan bertemu disana, biarlah itu jadi sebuah kejutan ” . Akhirnya sampailah di kampung yang dituju .
” inilah rumah sahabat kakek , assalammuallaikum...
wa’alaikumsalam
” wahai sahabat masih ingatkah engkau kepadaku?” ujar kakek.
”tentu saja Hasan, aku tidak akan lupa kepada teman mainku dulu, haha ( saling berpelukan )”
” ternyata kau telihat lebih muda Lim”
 Mereka saling bercengkrama, sahabat lama yang dipertemukan. Lalu aku dan kakek dipersilahkan masuk kerumahnya teman kakek yaitu Salim namanya. Dan ternyata nama kakek sendiri adalah Hasan.
”Siapakah pemuda yang engkau bawa ini San ? cucumu ataukah anakmu ya, ha.”
” Bagaimana kau Lim, memang aku masih sekuat itu untuk memiliki seorang anak, hahaha.”
”Bisa saja San hahaha”
”istriku tercinta sudah lama meninggal, ini adalah cucu angkatku”
”oh iya iya, ini kenalin cucu paling kecilku namanya Nayla, ayo salam kepada kakak dan kakek  nak”
’’Oh iya ke, mungkin aku harus pulang sekarang karena besok pagi aku harus masuk kuliah ”
” oh ia nak, kakek sangat sangat sangat berterimakasih atas segala bantuan mu, kakek tidak punya apa-apalagi yang kakek punya hanya tasbih ini, jualah tasbih ini bila kau memerlukan uang tasbih ini masih mempunyai sedikit harga ambilah nak.”
” baiklah, trimakasih ”
” jaga dirimu baik- baik nak ”
Setelah berpamitan akupun pulang, aku terus berjalan kaki menuju terminal. Lelah memang terasa, keringat terus mengucur di setiap pipiku. Tapi melihat perjuangan kakek Hasan, ini belum seberapa. Sesampainya di terminal akupun naik bis, setelah beberapa jam sampailah aku di depan pintu rumahku. Karena lelah setelah masuk rumah aku langsung tertidur pulas. Esok aku melakukan aktivitas seperti biasa, setelah pulang kuliah taksengaja tasbih pemberian kakek terjatuh dan butiran-butiran tasbih itu berpisahan karena tali pengikat tasbih-tasbih itu putus. Aku takut ini sebuah pertanda buruk. Aku pergi kesebuah toko untuk memperbaiki tasbih ini, setelah disana diperbaiki pemilik toko bertanya
” hebat nak, kamu memiliki tasbih semahal ini ”
”memang berapa harganya pak?”
” akan lebih dari puluhan juta, karna ini adalah butiran-butiran mutiara ”.
Aku kaget mendengarnya, kakek Hasan memberikan barang yang terlalu bernilai harganya. Setelah selesai diperbaiki aku langsung pergi ke kampung kakek Hasan yang kemarin aku datangi. Setelah waktu demi waktu berlalu sampailah aku di rumah kake Salim temanya kakek Hasan. Dihalaman rumahnya ada cucu Kakek Salim , Nayla.
” De mana Kake Hasan temannya kakek mu ”
” ikuti aku ka ” jawab Nayla anak kecil yang lucu itu.
 Aku dibawa ke suatu tempat, aku mengucurkan air mata di tempat itu. Ternyata itu adalah makam, makam yang bertuliskan nama kakek yaitu Hasan. Ternyata kata kakek ingin tidur ditanah kelahiran kakek adalah ini. Mataku terus mengeluarkan air, tubuhku lemas dan jari-jariku bergetar menyentuh tanah yang masih harum dengan wangi-wangian kembang. Saat aku menangis, aku sudah tidak kuat lagi. Disana aku memejamkan mata.






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar