Kota
Diantara Bandung dan Surabaya
Sayu
matanya dan ku terduduk di sudut kota, ditemani gadis ini, dengan udara malam
yang dingin, juga indahnya background kota ini, tenang mengingat memory klasik
kita berdua. Aku yang takpernah memaksa, pemuda kampung dapat memetik bunga
safron ini, aku hanya berdoa saat Engkau mempertemukanku dengan dia, dan
membuatku mencintainya, jika aku bukanlah pemilik tulang rusuknnya, maka
janganlah biarkan aku merindukan kehadirannya, jangan sampai hatiku berlabuh
dihatinya, kikislah pesonanya dari pelapuk mataku, jauhkan dia dari relung
hatiku, gantilah dengan damba dariMu untukku. Tetapi jika Engkau ciptakan dia
untukku, jadikan aku untukknya dan dia untukku. Terimakasih Tuhan Engkau telah
ciptakan dia dan mempertemukanku dengannya, terimakasih untuk saat-saat yang
kita lalui bersama, terimakasih Engkau mempercayakan gadis ini untukku, dan
sampai saat ini bahuku menjadi sadarannya setelah melepas lelah bermain di kota
ini. Semua berawal dari kota ini, kota ini membuat satu kisah seribu cerita
untukku.
Kota yang menjadi ciri khas pasiwisata di
Indonesia, dengan kebudayaannya dan tempat-tempat wisatanya, membuat kota ini
serasa hidup dan ramai 24 jam. Di beberapa titik di kota ini selalu ramai
dengan beribu-ribu jenis wajah, dari mulai suku-suku di Indonesia sampai turis
mancanegara meramaikan kota ini. Setiap sudut perkotaan atau jalan-jalan disini
berbeda dengan kota lain, semuanya serba khas dengan adat budaya yang dipakai
disini, sampai penghias dan bangunan di sepanjang jalanpun akan membuat setiap
orang tau nama tempat ini. Warganya pun ramah-ramah, ya wajar saja orang-orang
nan jauh disana mengatakan kalau Indonesia adalah negara teramah di dunia.
Selain
semua itu, kota ini yang memberiku cerita, kesan, dan perjalanan hidupku. Kota
ini yang menjadi saksi hidupku adalah film terbaik di dunia, kota ini membuat
pertama kali aku menaiki kereta, kota ini yang membuat aku tahu alasan lagu
kereta api waktu di taman kanak-kanak dulu menyebutkan lirik “ke
Bandung-Surabaya”, kota ini yang memperdengarkanku kabar buruk yang membahagiakan
hati, kota ini yang menjadi solusi jarak diantara aku dan dia, karena disinilah
akhir cerita ku ketika memiliki dia, karena di kota inilah aku menemukan jilid
penutup cerita hidupku. Berawal saat aku pergi dari stasiun Kiaracondong, dan untuk
pertama kalinya aku menaiki kereta, meski ramai aku tetap terlelap menikmati
indahnya perjalanan transportasi ini, lelah dan lamanya perjalanan ini,
membuatku memejamkan mata. Ku bayangkan disudut lain, dia yang berangkat dari
satsiun Gubeng pun pasti akan menikmati perjalannannya disana. Aku tak sabar
ingin segera sampai, berjam-jam telah kulalui dengan beberapakali waktu
istirahat, dan sampailah aku di stasiun kota ini, stasiun diantara
st.Kiaracondong-st.Gubeng, ya stasiun Lempunyangan, disinilah kita akan
bertemu, aku tunggu kedatanganmu disini. Saat akan kutanya keberadaan dia
sampai mana, sial hpku mati, akupun kebingungan dan aku hanya bisa bertanya
pada pos informasi, untuk menanyakan jadwal kedatangan kereta, kutunggu
beberapa jam, dan karna lelahnya aku tertidur di kursi tunggu yang ada si
stasiun, saat mataku terpejam, seketika dengan perlahan mataku terbuka, karna
terusik oleh suara gemuruh dan getaran kereta dari arah kananku tepatnya dari
arah timur, sontak akupun lansung terbangun dan meyakini kalo ini kereta yang
dia naiki, seperti mencari jarum di tumpukkan jerami bila harus ku telusuri
gerbong itu, tak sabar dan saking kegiranngannya, aku mamaksa sambil memohon
pada petugas statsiun meminjam pengeras suara, dengan pintarnya mengarang
cerita, aku berhasil meminjamnya, dan akupun langsung menyuruh dia datang ke
sumber suara.
Perasaan
yang tak tenang, karena diapun belum datang juga, seketika hilang saat
seseorang menepuk pundakku, saat aku menoleh, ternyata yang menepuk pundakku
adalah petugas stasiun, ia menunjukkan seseorang padaku, yang membuat ribuan
hari penungguanku tak sia-sia, ya dia Kiki, aku pun dengan puasnya menatap dia,
tak ingin membuang waktu untuk bersenang-senang bersamanya, kitapun bergegas
kerumah temanku Firki disini, untungnya Kiki bisa tidur dengan Fira, adiknya
Firki. Kitapun beristirahat melepas penat sejenak, dan saat semuanya bersiap
menikmati malam. Kita bergegas ke alun-alun kota, aku, dia, Firki dan Yara
kekasihnya. Ramai sekali disini, semua serba warna-warni, dari lampu begitupun
jenis rupa wajah pengunjungnya, belum kulihat ada muka murung disini. Ditengah
alun-alun kota ini, ada dua pohon besar, dan konon katanya, kalo bisa jalan
diantara pohon itu, permohonan akan terkabul, dan akupun mencobanya, begitupula
dengan dia. Aku memohon dalam hati, semoga permohonan yang diminta dia adalah
memohon agar aku menjemput dari orangtuanya dewasa kelak. Di alun-alun kota pun
kita menaiki sepeda yang kerangkanya entah seperti becak ataupun mobil, dengan
hiasan lampu warna-warni yang tak terhitung jumlahnya, kitapun mengayuh dan
berkeliling alun-alun.
Sampai
kelelahan dan rasa lapar menghantui, padahal waktu menunjukkan tengah malam,
tapi kita belum bosan, kitapun pergi ke angkringan melepas lelah, ditemani
jagung bakar dan secangkir kopi ireng. Selepas dari sana kita berfoto-foto di
plengkung, keraton, tugu dan sekitaran kota. Esok harinya kita hanya berdua
mengunjungi keraton, berfoto-foto lalu kita melanjutkan kunjungan ke Museum Affandi
, lukisan dan seni-seni lainnya begitu indah, sampai kita tak mengenal lelah.
Selanjutnya Firki mengajak kita berdua ke pantai, karna bahagianya disana, kita
hampir mencoba semua pantai-pantai disana, Pantai Wediombo, Pantai Indriyanti
dan pantai sekitaran selatan kota ini. Tujuan terakhir kita sebelum habis masa
liburan perkuliahan adalah Gua Pindul, tak banyak buang waktu kita pergi ke
sana. Saat mentari belum menunjukkan dirinya, kita dipandu untuk memakai ban
pelampung, karna cara masuk gua mesti menyusuri sungai, kaki serasa beku karna
dinginnya air sungai di pagi hari itu, untungnya kehangatan mengalir di
tanganku saat dia memegang nya, dan kita menyusuri gua di kegelapan itu dengan
kepercayaan takkan melepaskan pasangan kita, begitu sampainya digua Pindul,
kita disuguhi keindahannya, disaat sinar sang mentari muncul menerobos lubang
dinding-dinding gua, sorotan sinar mentari itu saling berpadu dengan air, dan
menimbulkan warna-warna yang begitu indah, kita seperti dihadapkan pada pelangi
yang ada di tangan kita, semua warna mucul seketika, sayang sangat sulit
mengabadikannya, karena kita ada didalam air, kita hanya dapat mengenang momen
indah ini. Air yang berpadu dengan sinarnya, menghasilkan keindahan, semoga
akupun akan seperti itu.
Semua
telah selesai, kita harus mengakhiri semua kebahagiaan ini, setelah semuanya
bergegas packing, setelah berpamitan pada orang tua Firki , kita berempat
langsung pergi ke stasiun Lempunyangan, Firki yang harus melepas Yara di kota
ini, karna dia akan pergi bersamaku ke rutinitas normal seperti biasanya. Begitupun
aku dan dia yang harus sama-sama pergi meninggalkan kota kenangan ini, terasa
berat dan tidak maupun akan percuma untuk di bahas, bisakah aku tanpa dia
setelah seminggu yang terasa satu jam ini, sanggupkah aku sendiri tanpanya. Sehangat
pelukan hujan, saat dia palingkan wajah, tenang wajahnya berbisik inilah waktu
yang tepat tuk berpisah, selembut belaian badai, saat dia lambaikan tangan,
jejak langkahmu terbaca inilah waktu yang tepat tuk berpisah. Sayu matanya yang
kulihat membuatku ingin meneteskan air mata, disaat kereta dia yang duluan
menjemputnya dan akan membawanya pergi jauh lagi, meski begitu aku bersyukur tidak
meninggalkannya duluan dengan kepergian keretaku.
Suara
gemuruh gerbong depan terdengar jelas, dan aku masih memegang tangan dia lewat
jendela kereta itu, aku tak ingin melepasnya, dan aku tak ingin berhenti
menatapnya, Firki coba menenangkanku dengan menepuk pundakku , dan Yara
sepertinya telah menangis, aku tidak boleh menangis, aku laki-laki, jantung
terasa lepas, terhenyut semua organ dalamku ketika tangannya dibawa pergi ular
besi ini, satu hal yang membuatku tak berhenti menangis dan memukuli tanah itu,
saat dia berkata, bahwa dia telah putus dengan pacarnya, dan diapun berkata
bahwa aku yang dia inginkan, jemputlah aku dari orang tuaku dewasa kelak. Takku
hiraukan semua orang yang ada di stasiun itu, Firki dan Yara pun ikut terhanyut
dan coba menenangkanku, apadaya jiwa ini telah roboh, aku lemah tak bisa
kukendalikan. Sampai kereta ku naiki, aku dan firki hara terdiam dikursi,
meratapi kesedihan itu.
Tak
pernah kubayangkan, orang seperti aku yang memerankan film terbaik di dunia
ini, aku yang menemukan dia, aku yang jatuh dalam peluknya, semua serba
diantara, saat aku dan dia berada diantara kota ini, saat aku berada diantara
dia dan Isma, dia diantara aku dan Faris mantannya, St.Lempunyangan diantara
St.Kiaracondong dan St. Gubeng, dan kota ini diantara Bandung dan Surabaya.
Semua berawal, dari ruko c-11.
Jalan
kiaracondong ruko c-11 Bandung, disanalah kutemukan jilid penutup cerita hidup
ini. Disaat film terbaik diputar, ketika permainan dimulai, dan disanalah
kutemukan dia. Seorang anak kampung yang memetik bunga safron, itulah aku yang
menemukan dia, terlalu istimewa dia untukku, sebenarnya sangat aku sayangkan, disaat orang
taksepadan seperti aku yang memiliki dia, salahkah aku Tuhan ?.
Dia
yang menerangi, meramaikan, dan
memberiku pijakan. Senyum, tingkah dan
suara dia yang tidak akan pernah
dimiliki wanita manapun. Andai dia lihat, dengar dan rasakan dirinya dari diriku
, pasti dia tau, anugerah terindah yang pernah kumiliki. Cantik, pintar, baik,
mapan, muda, siapa lelaki yang tidak mau dengan dia ? .
Bila
ku ingat, sebelum aku bisa duduk bersamanya ditempat ini. Seribu cerita,
berawal ketika aku kelas 3 SMA, dan sedang
gentingnya persiapan UN dan SNMPTN, mencari tempat les, maklum aku anak
yang jarang membuka buku, hampir 3 tahun ku habiskan dengan sepak bola , band, balapan
motor dan sampai perkelahian pun mengisi daftar cerita putih abu-abu ku. Mama
menyuruhku untuk pergi ke jalan kiaracondong, blok griya ruko c-11, ya tempat
lesku disana, bimbel Agustinus dengan personil, bapak Agus sebagai pengajar dan
istri tercintanya bu Agus sebagai asisten si bapa. Pertama kali pembelajaran dimulai, aku melirik gadis berkerudung yang akan
menjadi teman kelasku, dengan urakannya
aku mulai berkenalan dengan teman-teman kelasku, Ardi, Boggy, Insan, Poppy dan si cantik yang kulirik itu, Sani.
Hari-haripun berlalu dan bu Agus mengetahui background kehidupanku, entah dari
siapa ? dan akupun menjadi maskot di tempat les itu, setiap pergerakanku pasti
tertangkap kamera bu Agus, dan dengan khasnya, ia mengekspose semuanya,
sampai akhirnya aku di gosipkan dengan
Sani, meski sani memiliki pacar, ya meski suka, tapi pantang bagiku untuk
merebut pacar orang.
Waktupun
terus berlalu dan UN telah beres dilaksanakan, tapi bimbel masih terus
berlanjut. Dan ketika datang ke tempat les, bu agus memberitahu, bahwa akan ada
2 orang murid baru dari Kalimantan, tepatnya Balikpapan. Ketika anak-anak
berkumpul , datang dua gadis berjilbab, Kiki dan Hani namanya. Beberapa hari
kulihat, mereka berdua pendiam, kurang asik dan akupun sidikik kepoin mereka ke
bu agus dan salah kata sedikit, kembali dengan khasnya bu agus menggosipkan aku
dengan kiki, kiki yang baru kuketahui dia baru berumur 16tahun, dia anak aksel
, hebatnya dia. Beberapa minggu gosip mulai menyebar dan tak aneh lagi di
perbincangkan, dan membuatku jengkel sampai aku tidak mau berdekatan dengan
dia. Suatu saat, ketika perlajaran berlangsung, aku ga ngerti apa yang pa agus
ajarkan, tiba-tiba reflek aku menepuk orang depan aku dan bertanya soal
pelajaran tadi, tak kusadari dia Kiki dan dengan malunya aku pun bertanya
padanya, itu pertama kali aku bertatapan mata dengan dia. Aneh sepertinya aku
teringat terus kejadian itu, wajah, senyum, dan suara dia, selalu ada dalam
pikiranku. Di tambah lagi bu Agus mengiangi telingaku dengan
gosipan-gosipannya, yang membuat asa aku soal kiki, waktupun yang tak pernah
berhenti, membuat tumbuh rasa untuk dia, sampai beresnya SNMPTN dan sakitnya
perpisahan ketika tunas baru yang segar tumbuh, harus dibuang . Semua karena
kiki harus pulang ke Balikpapan lagi, ya dia membereskan kelulusannya disana.
Bodohnya
diri ini, ketika dia wajah memberi tanda bahwa waktunya tepat untuk berpisah
aku hanya senyum, dan membiarkannya pergi tanpa satu patah katapun mengiringi
kepergiannya, entah kenapa urat-urat ini tak menyampaikan rasa pada otakku
untuk berkata , semuanya seperti beku. Dan disaat hari-hari tak ada dia, akupun
selalu berdoa aga dia bertemu denganku di Universitas Bandung, ya karena dia
memilih kedokteran Universitas Bandung di pilihan studynya, begitupun denganku,
meski aku di jurusan psikologi. Disaat aku berinisiatif untuk membuat jaket
bimbel untuk mengenang tempat les itu, disaat itu pula aku beralibi untuk
mendekati kiki, lewat sms, ya sambil menyelam minum air, mungkin itu lebih
tepat. Akupun sudah tak canggung dengan dia, obrolan-obrolan dan
cerita-ceritapun mendekatkan kita. Tak pernah kusangka, dan tak pernah ku tahu,
mengapa bisa timbul rasa kepada dia, saat ku bertatapan dengannya, semua sisi
wajahnya menunjukan kecantikkannya, padahal yang ku lirik sebelumnya bukan dia,
tapi semua berubah, dan yang membuatku bersemangat untuk mendapatkan gadis itu
adalah dorongan teman-teman dan bu Agus tentunya, yang sudah seperti suporter
sepakbola saja berteriak di sebelah telingaku. Pengumuman hasil SNMPTN pun
telah tiba, dan tak kusangka aku berhasil tembus Universitas Bandung, bahagia
meliputi diriku, tapi tanggapan orang tuaku biasa saja, entah kenapa. Sayang
surat berita itu tak mencantumkan nama Kiki disana, seketika kebahagiaan yang
munculpun sirna, dan diapun berencana mengambil study di Surabaya jurusan
Teknik Kimia, kecewa dan bujukanpun percuma, bulatnya untuk belajar di kota itu
sudah tetap, bukan Bandung yang menjadi pijakkan dia.
Meski
di terima di salah satu perguruan tinggi negeri ternama, aku mengikuti tes perguruan
tinggi negeri lainnya, yaitu Politeknik terbaik di negeri ini, yang terletak di
dekat rumahku. Untuk berjaga-jaga, akupun melakukan regristasi di Universitas
Bandung, hari pertama aku menginjakkan kaki di kampus, kulihat di kampus ini
wanita mendominasi siswa-siswanya, seperti biasa dengan urakkannya aku dapat
berkenalan banyak orang disana, ya usilnya aku menandai gadis –gadis yang
menarik, meski akupun taklupa untuk berkenalan dengan pria-pria yang akan
menjadi temanku disana. Aulia, Hawary dan Nouval dia sejurusan denganku,
berbeda dengan Elva di jurusan Ekonomi, Isma di jurusan Hukum, mereka teman akrabku. Hari membosankanpun
tiba, ospek kampus akan digelar, dan kita mahasiswa baru menjadi wayangnya yang
akan mereka gerakkan, di hari pertama aku membuat masalah lagi, aku tidak
membawa apa-apa yang mereka suruh, meski Aulia telah memberitahuku, tak nyaman
ku di geromboli kaka tingkat, dengan bodohnya, aku melawan dan hampir berkelahi
dengan mereka, tepatnya dengan Gio.
Kasus
itupun menjadi perbincangan anak-anak, aku dicerca, bahkan aku di blokir dari
grup jurusan yang ada di Facebook. Untungnya, disaat kehawatiran akan di
keroyok oleh kaka tingkat, aku tembus di Politeknik yang kutuju, yang membuat
aku tak perlu datang lagi ke Ospekan itu. Tapi bukan karna takut berkelahi aku
memilih pindah karena untuk masa depanku dan juga dorongan keluarga yang menyuruhku
memilih Politeknik itu. Aulia pun menjadi jubir aku di ospekan sana, dan
meskipun sedih meninggalkan teman disana, ini harus tetap kujalani. Terdengar
kabar kalo Kikipun di terima di kampusnya di Surabaya. Meski aku tahu kiki jauh
di kota Surabaya, aku memberanikan diri untuk mengutarakan isi hati ini, dan
diapun meresponnya, sayang dengan syarat ia ingin fokus dulu beberapa bulan di
jadwalnya yang padat dengan ospeknya yang melelahkan, membuat semuanya
tergantung seperti lampu dikamarku, lama aku tak ditemani dia. Kampus baruku di
dominasi oleh pria-pria, maklum jurusan disini semuanya Teknik dan memerlukan
kerja keras extra berkuliah disini, disaat padat dan streesnya kuliah, Isma
datang menemani hari-hariku, terhanyut dalam cerita bersama Isma, membuat
statusku dari lajang berubah dan akupun menjadi kekasih Isma. Kecewanya disaat
hari pertama itu, ada ucapan selamat dari gadis itu, dia Kiki dan aku berusaha
menutupi semuanya, karena sejujurnya aku belum melupakan bahkan sampai saat
itu, Kikilah orang yang aku tuju. Semua hancur, diapun menghilang, aku yang
masih memikirkan Kiki dan Isma yang tak pernah mengerti kesibukanku di kampus,
membuat aku sendiri dan melajang lagi statusku. Aku mencoba menjelaskan dan
mendekati Kiki, sayang sulit dia sudah kecewa padaku, akupun menyadari
kesalahanku, tapi Tuhan memberiku kesempatan untuk bertemu dengan gadis
pujaanku itu, ia akan pulang kerumah barunya di Jakarta, dan aku beralibi lagi,
untuk memberikan jaket bimbel yang belum kupaketkan ke Surabaya, karena alasan
jaket Kiki mempersilahkan aku datang kerumahnya di Jakarta.
Meski
jauh, tapi tak sejauh Surabaya, dan kesempatan tak akan datang lagi. Aku segera
pergi ke Jakarta dan menginap di rumah Agung temanku, untuk menunggu kedatangan
Kiki. Setelah datang, aku bergegas pergi ke rumahnya, ditemani Agung aku
menaiki Transjakarta, dengan khasnya ibukota tercinta ini macet membuatku
kelelahan, akupun menaiki bajai untuk sampai di rumahnya. Saat aku membunyikan
bel rumahnya dan seketika itu pula aku terbawa ke dunia perfilman, gadis ini
beranjak dewasa, ia bertambah cantik, anggun dan lucu. Akupun berkenalan dengan
Ibunya, dan adiknya. Disana aku sempat merasa tersanjung dengan kata yang di
ucapkan dia, pertama kali dan diucapkan oleh gadis yang kupuja, ia menyeruku
mas ivan, agar adiknya memberi salam padaku. Semakin berat aku pergi
meninggalkan dia, disaat Tuhan mempertemukan kita lagi, tapi semuanya harus ku
jalani. Dia yang kecewa padaku, membuat semuanya terasa sangat teramat menyakitkan,
saat statusnya berpacaran dengan laki-laki kampusnya di Surabaya, apa daya
tangan tak sanggup, aku hanya dapat terdiam meratapi kesedihan ini. Ingin aku
datang ke Surabaya, sayang keadaan membuatku takmungkin merealisasikannya,
ingin aku melupakan dia sayang sepertinya nama dia yang tersaring dalam otak
dan menjadi tujuanku. Sakit selalu menemaniku saat membuka akun Facebook dia
dengan statusnya bersama oranglain, dan ke galauan itu bertambah ketika aku tak
dapat menyingkirkan namanya dalam pikiranku, aku terlanjur mencintainya, dan
akupun tak pernah menyesalinya. Aku akan memegang janji yang pernah kutuliskan
untuknya, aku akan menunggu dia sampai kapanpun. Dan akupun takpernah lelah
untuk menyatakan rasa ini padanya, ia pun sebenarnya mencintaiku tapi ia tak
mungkin menninggalkan kekasihnya, meski aku jahat bila berpikir untuk
mendoakannya segera putus, tapi apadaya itu inginku. Dan meski pantang bagiku
untuk merebut kekasih orang, hanya dia yang membuatku ingin bergegas ke
Surabaya, akupun akan mencoba untuk tidak mengghapuskan nama kekasihnya dalam
pikiran dia.
Saat liburan tiba, aku mengajak dia untuk
berlibur bersama, dan aku rela dengan bekalku yang pas-pasan bila harus pergi
ke Surabaya, hanya untuknya. Tapi diapun tak ingin aku kesusahan, dan kota
diantara Bandung dan Surabaya, tempat itulah yang kami tuju , ya disinilah
semua kebahagiaanku dan jilid penutup cerita hidup ku temukan, ya di
Jogjakarta.
aku keknya tau ini dah
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusItu tempat bimbelnya masih ada ga sekarang?
BalasHapus